Ada banyak definisi perpustakaan digital
berdasarkan pendapat para ahli atau beberapa lembaga. Berikut beberapa definisi
yang dirumuskan oleh lembaga/orang lain.
The Digital Library Initiatives menggambarkan perpustakaan digital
sebagai lingkungan yang bersama-sama memberi koleksi, pelayanan, dan manusia
untuk menunjang kreasi, diseminasi, penggunaan, dan pelestarian data,
informasi, dan pengetahuan.
Saffady mendefinisikan perpustakaan
digital secara luas sebagai koleksi informasi yang dapat diproses melalui
komputer atau repositori untuk informasi-informasi semacam itu.
Millard mendefinisikannya sebagai
perpustakaan yang berbeda dari sistem penelusuran informasi karena memiliki
lebih banyak jenis media, menyediakan pelayanan dan fungsi tambahan, termasuk
tahap lain dalam siklus informasi, dari pembuatan hingga penggunaan.
Perpustakaan digital bisa dianggap sebagai institusi informasi dalam bentuk
baru atau sebagai perluasan dari pelayanan perpustakaan yang sudah ada.
Billington, pustakawan Library of
Congress, dalam Rogers
(1994), melukiskan perpustakaan digital sebagai sebuah koalisi dari
institusi-institusi yang mengumpulkan koleksi-koleksinya yang khas secara
elektronik.
Drobnik dan Monch (dalam Nugroho, 2000)
mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sekumpulan dokumen elektronik yang
diorganisasikan agar mudah ditemukan ulang dan dibaca.
Association of Research Libraries (ARL), 1995, mendefinisikan perpustakaan
digital sebagai berikut:
- Perpustakaan
digital bukanlah kesatuan tunggal.
- Perpustakaan
digital memerlukan teknologi untuk dapat menghubungkan ke berbagai
sumberdaya.
- Hubungan
antara berbagai perpustakaan digital dan layanan informasi bagi pemakai
bersifat transparan.
- Akses
universal terhadap perpustakaan digital dan layanan informasi merupakan
suatu tujuan.
- Koleksi-koleksi
perpustakaan digital tidak terbatas pada wakil dokumen; koleksi meluas
sampai artefak digital yang tidak dapat diwakili atau didistribusikan
dalam format tercetak.
Wahono mendefinisikan perpustakaan digital
sebagai suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar,
suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan
protokol elektronik melalui jaringan komputer. Menurutnya, istilah perpustakaan
digital memiliki pengertian yang sama dengan perpustakaan elektronik (electronic
library) dan perpustakaan maya (virtual library)
Dari definisi-definisi di atas dapat
diambil sintesa bahwa perpustakaan digital adalah organisasi atau lingkungan
yang mengelola koleksi informasi berupa tulisan, gambar, dan suara dalam bentuk
elektronik dan memberikan pelayanan kepada pengguna melalui jaringan internet.
Digital Library berperan sebagai penyedia
informasi, penyedia layanan informasi, atau pengguna informasi dengan
memanfaatkan jaringan dan teknologi digital. Namun bagaimana koleksi
digital itu dimanfaatkan, sangat tergantung dari bagaimana informasi tersebut
dibuat, diorganisasikan, dan disajikan.
Selain itu
Digital Library bukan hanya berkenaan dengan manajemen pengetahuan (knowledge
management) dan informasi, tetapi menjelaskan bahwa perpustakaan sebagai salah
satu sumber informasi mulai diharapkan untuk menjalankan peranan yang lebih
sebagai pendamping dalam proses pendidikan seumur hidup. Tantangan bagi
pustakawan adalah untuk memahami dan menentukan posisinya dalam proses
perubahan dan beralih dari pemikiran perpustakaan sebagai ruang fisik semata ke
suatu kenyataan baru perpustakaan sebagai organisasi yang harus mengembangkan
jenis layanan informasi digital.
Motif-motif yang Mendasari Pengembangan
Perpustakaan Digital
- Pada
perpustakaan konvensional, akses terhadap dokumen terbatas pada kedekatan
fisik. Pengguna harus datang untuk mendapat dokumen yang diinginkan, atau
melalui jasa pos. Untuk mengatasi keterbatasan ini perpustakaan digital
diharap mampu untuk menyediakan akses cepat terhadap katalog dan
bibliografi serta isi buku, jurnal, dan koleksi perpustakan lainnya secara
lengkap.
- Melalui
komponen manajemen database, penyimpanan teks, sistem telusur, dan
tampilan dokumen elektronik, sistem perpustakaan digital diharap mampu
mencari database koleksi yang mengandung karakter tertentu, baik
sebagai kata maupun sebagai bagian kata. Di perpustakaan konvensional
penelusuran seperti ini tidak mungkin dilakukan.
- Untuk
menyederhanakan perawatan dan kontrol harian atas koleksi perpustakaan.
- Untuk
mengurangi bahkan menghilangkan tugas-tugas staf tertentu, misalnya
menaruh terbitan baru di rak, mengembalikan buku yang selesai dipinjam ke
rak, dan lain-lain.
- Untuk
mengurangi penggunaan ruangan yang semakin terbatas dan mahal.
Perpustakaan
semi modern
(Wahono,
2007, http://ilmukomputer.com) Dalam
dunia perpustakaan semi modern, buku atau dokumen sudah tersimpan dan tertata rapi.
Selain itu juga sudah mempunyai katalog/indek dimana pengunjung dapat mencari dokumen
atau data yang dicari sehingga dengan mudah mengetahui letak barang dan statusya
apakah masih ada yang tersisa atau sedang dipinjam.
Dalam
perpustakaan semi modern, penggunaan ICT (Information Computer Technology)
masih terbatas bahkan ada yang hanya sebagai pengganti mesin ketik. Masih
banyak hal yang harus dilakukan pustakawan dan pengunjung secara manual
sehingga memerlukan energi lebih.
Perpustakaan
modern
Perkembangan
mutakhir saat ini adalah munculnya perpustakaan digital (digital library). Lebih
unggul karena memiliki keunggulan dalam kecepatan pengaksesan karena berorientasi
ke data digital dan media jaringan komputer (internet). Bukan berarti sudah tidak
ada buku atau media kertas tetapi koleksi perpustakaan juga mulai
dialihmediakan ke bentuk data elektronik yang lebih tidak memakan tempat dan
mudah ditemukan kembali. Dalam format data digital tidak hanya memuat dokumen
atau buku tetapi juga termasuk multimedia seperti rekaman audio dan video.
Keunggulan
yang lain adalah dari segi pengelolaan. Seperti yang telah kita ketahui dalam business
process perpustakaan terdapat beberapa pekerjaan besar yakni: pengelolaan buku/dokumen,
manajemen peminjaman, database anggota, pengadaan barang atau buku baru, dan
juga laporan-laporan (report) berkala yang dibutuhkan pihak manajemen perpustakaan.
Nah, saat ini muncul kebutuhan bahwa pekerjaan-pekerjaan seperti tersebut
diatas sudah harus digantikan oleh teknologi informasi atau dikenal sebagai sistem
otomasi perpustakaan (library automation system).
Pengelolaan
Dokumen Elektronik
Pengelolaan
dokumen elektronik memerlukan teknik khusus yang memiliki perbedaan dengan
pengelolaan dokumen tercetak. Proses pengelolaan dokumen elektronik melewati
beberapa tahapan, yang dapat kita simpulkan dalam proses digitalisasi, penyimpanan
dan pengaksesan/temu kembali dokumen. Pengelolaan dokumen elektronik yang baik
dan terstruktur adalah bekal penting dalam pembangunan sistem perpustakaan digital
(digital library). Proses-proses tersebut bisa dijabarkan sebagai
berikut :
- Proses Digitalisasi Dokumen
Proses
perubahan dari dokumen tercetak (printed document) menjadi dokumen elektronik
sering disebut dengan proses digitalisasi dokumen. Seperti pada Gambar 1, dokumen
mentah (jurnal, prosiding, buku, majalah, dsb) diproses dengan sebuah alat (scanner)
untuk menghasilkan dokumen elektronik. Ini tidak diperlukan lagi apabila
dokumen elektronik sudah menjadi standar dalam proses dokumentasi sebuah
organisasi, maksudnya ketika dalam sebuah lembaga mengedarkan atau mengeluarkan
dokumen tercetak mereka juga telah mengarsipkannya kedalam format digital
seperti .pdf atau format data lainnya. Berita bagus bahwa saat ini telah banyak
media umum atau buku yang telah menyertakan cd atau dvd yang berisi versi
digital dan file-file referensi-referensinya.
- Proses Penyimpanan
Pada tahap ini dilakukan proses penyimpanan, proses tersebut meliputi :
pemasukan data (data entry), editing, pembuatan indeks dan klasifikasi
berdasarkan subjek dari dokumen. Klasifikasi bisa menggunakan UDC (Universal
Decimal Classification) atau DDC (Dewey Decimal Classfication) yang
banyak digunakan di perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.
File Base Approach
|
Database Approach
|
Data duplication
Data dependence
Incompatible file format
Simple
|
Data sharing and no duplication
Data independence
Compatible file format
Complex
|
Pada
tabel di atas, proses penyimpanan yang menggunakan metode file base approach menyebabkan terjadinya duplikasi data,
keterikatan data, adanya format file yang tidak sesuai, dan simple. Sedangkan
penyimpanan yang menggunakan database
approach, memiliki data yang dapat dibagi dan tidak ada duplikasi data,
data dapat diakses dan dimanipulasi dengan mudah, memiliki format yang sesuai
serta bersifat kompleks.
- Proses Pengaksesan dan Pencarian
Kembali Dokumen
‘Pencarian’, adalah inti seberapa maju layanan dari sebuah koleksi dalam
perpustakaan. Semakin mudah dan cepat anggota atau pengunjung menemukan apa
yang diinginkan maka mereka akan puas, bersemangat dan kembali lagi. Inti dari
proses ini adalah bagaimana kita dapat melakukan pencarian kembali terhadap dokumen
yang telah disimpan. Dalam skala besar metode pendekatan database akan lebih
fleksibel dan efektif.
Dan menariknya, sifat pendekatan database yang memiliki kebebasan terhadap
data (data independence), dengan data yang sama kita bisa membuat
interface ke berbagai aplikasi lain baik yang berbasis standalone (clientbase)
maupun web-base.
Pengembangan
Sistem Sesuai Kebutuhan
Sebuah
sistem apapun harus merujuk dari proses bisnis yang ada. Karena itulah yang sebenarnya
sedang dibutuhkan, maka kalau ada sebuah sistem yang dibuat bukan berdasarkan
kebutuhan maka presentase keberhasilannya semakin kecil. Normalnya, seorang
petugas atau pemakai tidak ingin menjadi lebih ’sulit’ dan tidak ingin
’ditambahi’ tugasnya tetapi pengin lebih ’gampang’ dan cepat serta akurat
dengan adanya sebuah sistem baru.
Idealnya, sistem otomasi perpustakaan yang baik
adalah yang terintegrasi, mulai dari sistem pengadaan bahan pustaka, pengolahan
bahan pustaka, sistem pencarian kembali bahan pustaka, sistem sirkulasi,
membership, pengaturan denda keterlambatan pengembalian, dan sistem reporting
aktifitas perpustakaan. Lebih sempurna lagi jika dilengkapi dengan barcoding,
dan mekanisme pengaksesan data berbasis web dan internet. Setiap pengunjung
disediakan layar berikut keyboard (lebih banyak komputer lebih bagus) untuk
melakukan login kemudian mencari buku yang dimaksud, jika ditemukan versi
elektroniknya maka bisa langsung dinikmati (dilihat atau didengarkan) tetapi
jika ingin membaca langsung tinggal menuju lokasi yang telah ditunjukkan (jika status
bukunya berada ditempat). Petugas-pun akan lebih mudah dalam menambah, memantau
koleksi pustaka dan menyediakan laporan (report) aktifitas perpustakaan kepada
manajemen.
Berikut
adalah salah satu contoh sistem otomasi perpustakaan dengan fitur-fitur yang mengakomodasi
kebutuhan perpustakaan secara lengkap, dari pengadaan, pengolahan, penelusuran,
serta manajemen anggota dan sirkulasi. Diharapkan contoh sistem yang
ditampilkan dapat dijadikan studi kasus dalam pengembangan sistem otomasi perpustakaan
lebih lanjut.
- Otentikasi Sistem
Sistem
akan melakukan pengecekan apakah username dan password yang dimasukkan adalah
sesuai dengan yang ada di database. Kemudian juga mengatur tampilan berdasarkan
previlege pemilik account, apakah dia sebagai pengguna atau admin dari sistem.
- Menu utama
Menampilkan
berbagai menu pengadaan, pengolahan, penelusuran, anggota dan sirkulasi,
katalog peraturan, administrasi dan security. Menu ini dapat di setting untuk
menampilkan menu sesuai dengan hak akses user (previlege), misal kita bisa
hanya mengaktifkan menu penelusuran untuk pengguna umum, dsb
- Administrasi,
Security dan Pembatasan Akses
Fitur ini mengakomodasi fungsi untuk menangani
pembatasan dan wewenang user, mengelompokkan user, dan memberi user id serta
password. Juga mengelola dan mengembangkan serta mengatur sendiri akses menu
yang diinginkan.
- Pengadaaan Bahan Pustaka
Fitur ini
mengakomodasi fungsi untuk pencatatan permintaan, pemesanan dan pembayaran
bahan pustaka, serta penerimaan dan laporan (reporting) proses pengadaan.
- Pengolahan Bahan Pustaka
Fitur ini mengakomodasi proses pemasukkan data
buku/majalah ke database, penelusuran status buku yang diproses, pemasukkan
cover buku/nomer barcode, pencetakan kartu katalog, label barcode, dan nomor
punggung buku (call number).
- Penelusuran Bahan Pustaka
Penelusuran atau pencarian kembali koleksi yang telah
disimpan adalah suatu hal yang penting dalam dunia perpustakaan. Fitur ini
harus mengakomidasi penelusuran melalui pengarang, judul, penerbit, subyek,
tahun terbit, dsb.
- Manajemen Anggota dan Sirkulasi
Ini
termasuk jantungnya sistem otomasi perpustakaan, karena sesungguhnya disiniah banyak
kegiatan manual yang digantikan oleh komputer dengan jalan mengotomasinya. Didalamnya
terdapat berbagai fitur diantaranya: pemasukkan dan pencarian data anggota
perpustakaan, pencatatan peminjaman dan pengembalian buku (dengan teknologi
barcoding), penghitungan denda keterlambatan pengembalian buku, dan pemesanan
peminjaman buku
- Pelaporan
Sistem reporting yang memudahkan pengelola
perpustakaan untuk bekerja lebih cepat, dimana laporan dan rekap dapat dibuat
secara otomatis, sesuai dengan parameterparameter yang dapat kita atur. Sangat
membantu dalam proses analisa aktifitas perpustakaan, misalnya kita tidak perlu
lagi membuka ribuan transaksi secara manual untuk melihat transaksi peminjaman
koleksi dalam satu kategori, atau mengecek aktifitas seorang pengguna
perpustakaan dalam 1 tahun
Fitur-fitur
di dalam Digital Library
Dibawah ini beberapa fitur-fitur yang ada dalam
perpustakaan digital, yaitu:
1.
Otentikasi Sistem
Melakukan pengecekan apakah username dan password sesuai dengan database.
Termasuk mengatur tampilan berdasarkan previlege pemilik account.
2.
Menu Utama
Menampilkan berbagai menu utama yang bisa
diatur Administrator.
3.
Administrasi, Security dan Hak Akses
Mengangani pembatasan dan wewenang, mengelompokkan user, dan memberi user
id serta password.
4.
Pengadaan Bahan Pustaka
Mengakomodasi fungsi pencatatan permintaan, pemesanan dan pembayaran bahan
pustaka, penerimaan dan laporan (reporting) proses pengadaan.
5.
Pengolahan Bahan Pustaka
Mengakomodasi proses pemasukkan data buku/majalah ke database, penelusuran
status buku yang diproses, pemasukkan cover buku/nomer barcode, pencetakan
kartu katalog, label barcode, dan nomor punggung buku (call number).
6.
Penelusuran Bahan Pustaka
Penelusuran atau pencarian kembali koleksi. Fitur ini harus mengakomodasi
penelusuran melalui pengarang, judul, penerbit, subyek, tahun terbit, dsb.
7.
Manajemen Anggota dan Sirkulasi
Ini termasuk jantungnya sistem otomasi perpustakaan, karena sesungguhnya
disinilah banyak kegiatan manual yang digantikan oleh komputer. Didalamnya
terdapat berbagai fitur diantaranya: input dan cari anggota, pencatatan peminjaman
dan pengembalian buku, penghitungan denda, dan pemesanan peminjaman buku.
8.
Pelaporan (Reporting)
Pengelola dapat bekerja lebih cepat. Laporan dan rekap dapat dibuat secara
otomatis sehingga sangat membantu dalam proses analisis keputusan. Tanpa harus
membuka transaksi manual atau mengecek aktifitas anggota dalam 1 tahun.
Keberadaan
perpustakaan yang ideal dan lengkap tidak bisa diwujudkan dalam sekejap. Perlu
pentahapan dan perhatian yang khusus tidak hanya sekedar sambilan. Dalam lingkup
lembaga atau perusahaan, biasanya perlu bagian khusus untuk menangani hal tersebut
biasanya cukup dekat dengan tugas dan bagian litbang. Dalam lingkup keluarga kita
sendiri, perlu juga sebuah perpustakaan lho. Mungkin manfaatnya tidak dirasakan
sekarang tapi yakinlah bahwa akan sangat berguna sekali untuk esok.
Teknologi Informasi untuk Perpustakaan
Dunia
perpustakaan semakin hari semakin berkembang dan bergerak ke depan.
Perkembangan dunia perpustakaan ini didukung oleh perkembangan teknologi
informasi dan pemanfaatannya yang telah merambah ke berbagai bidang. Hingga
saat ini tercatat beberapa masalah di dunia perpustakaan yang dicoba didekati
dengan menggunakan teknologi informasi.
Dari segi
data dan dokumen yang disimpan di perpustakaan, dimulai dari perpustakaan
tradisional yang hanya terdiri dari kumpulan koleksi buku tanpa katalog,
kemudian muncul perpustakaan semi modern yang menggunakan katalog (index). mengalami metamorfosa menjadi katalog
elektronik yang lebih mudah dan cepat dalam pencarian kembali koleksi yang
disimpan di perpustakaan. Koleksi perpustakaan juga mulai dialihmediakan ke
bentuk elektronik yang lebih tidak memakan tempat dan mudah ditemukan kembali.
Ini adalah perkembangan mutakhir dari perpustakaan, yaitu dengan munculnya
perpustakaan digital (digital library) yang memiliki keunggulan dalam
kecepatan pengaksesan karena berorientasi ke data digital dan media jaringan
komputer (internet).
Di sisi
lain, dari segi manajemen (teknik pengelolaan), dengan semakin kompleksnya
koleksi perpustakaan, data peminjam, transaksi dan sirkulasi koleksi
perpustakaan, saat ini muncul kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi
untuk otomatisasi business process di perpustakaan. Sistem yang
dikembangkan dengan pemikiran dasar bagaimana kita melakukan otomatisasi
terhadap berbagai business process di perpustakaan, kemudian terkenal
dengan sebutan sistem otomasi perpustakaan (library automation system).
Masalah dan
Isu-Isu mengenai Digital Library
Pengembangan perpustakaan digital bukan
tidak mengalami hambatan. Ada beberapa hal yang menjadi bahan perhatian, yaitu:
- Kemampuan
dan penentuan biaya. Seperti halnya dengan inovasi lain yang membutuhkan
suatu investasi, begitu pun perpustakaan digital. Apalagi infrastruktur komputer masih
membutuhkan biaya yang besar.
- Masalah
hak cipta yang terbagi dua: hak cipta pada dokumen yang didigitalkan dan
hak cipta pada dokumen di communication network. Di dalam hukum hak
cipta masalah transfer dokumen lewat jaringan komputer belum didefinisikan
dengan jelas.
- Masalah
mendigitalkan dokumen. Yaitu bagaimana mendigitalkan dokumen dan jenis
penyimpanan digital dokumen, baik berupa full text maupun page
image.
- Masalah
penarikan biaya. Hal ini menjadi masalah terutama untuk perpustakaan
digital swasta yang menarik biaya atas setiap dokumen yang diakses.
Penelitian di bidang ini banyak mengarah ke pembuatan sistem deteksi
pengaksesan dokumen atau pun upaya mewujudkan electronic money.
Transformasi
dari sistem perpustakaan tradisional ke perpustakaan digital
Diperlukan
formulasi kebijakan, perencanaan strategis secara holistic termasuk aspek hukum
(copyrights), standarisasi, pengembangan koleksi, infrastruktur
jaringan, metoda akses, pendanaan, kolaborasi, kontrol bibliografi,
pelestarian, dan sebagainya untuk memandu keberhasilan mengintegrasikan
tradisional ke format digital.
Penguatan
kapasitas kebijakan harus ditekankan pada pelatihan dan penyegaran kepada staf
perpustakaan dan pemakai dengan adanya layanan perpustakaan digital seperti:
penggunaan “search engine” dengan konsep “ a one stop window”, subject gateways, aplikasi
perangkat lunak, sumber daya informasi secara online, digitalisasi, dsb.
Digital
Library Standard
Digital Library standard adalah Z 39.50 oleh
the American National Standards Institute, disamping itu juga the Dublin Core Metadata yang
berisi 15 elemen yang telah disetujui dalam suatu pertemuan International di
Dublin, Ohio, ke 15 elemen tersebut adalah : title, creator, subject,
descriptions, publisher, constributor, date, type, format, identifier,
source, language, relation, coverage and rights.
Jadi hal diatas tersebut adalah untuk mendukung The
world summit on the information society --. We the representatives of the
peoples of the world, assembled in Geneva from 10-12 December 2003 for the
first phase of the World Summit on
the Information Society, declare
our common desire and commitment to build a people centred, inclusive
and development-oriented Information Society, where everyone can create,
access, utilize, and share information and knowledge…”.
Pengembangan DL juga perlu diperhatikan beberapa kendala adalah sebagai berikut:
-
Pencaharian
melalui online, perlu mengetahui prinsip-prinsip ICT, strategi
penelusuran online, kemampuan (jam terbang) menelusur online, kalau tidak akan
mendapatkan informasi yang dihendaki.
-
Terlalu
besarnya sumber informasi dan pengetahuan dalam bentuk digital, maka searching
tidak dapat menghasilkan hits file yang sesuai dengan topik, atau
informasi/pengetahuan yang mendalam.
-
Perbedaan
system pada system pencarian secara online, seperti untuk e-journal berbeda
dengan web search tools atau dengan digital library dimana berbeda search
interfaces atau sering digunakan search syntax yang beda, membuat
harus mengenal semua search tools yang ada dulu.
-
Mengenal
dulu topik yang akan dicari dan struktur DL, mengenal pengorganisasian content
dari berbagai system seperti: e-jurnal, online databases, DL, dsb.
-
Sulit
memutuskan bagi pemakai dari sejumlah metadatabase berdasarkan subject/topik,
sehingga yang mana akan dipilih dari berbagai e-jurnal dan berbagai database.
-
Sering
dari online-database hanya abstraknya saja, dan ada prosedur /search lain untuk
memperoleh full-textnya.
-
Pemakai
juga sering dibikin pusing oleh search option seperti: kata kunci, subjek,
judul, atau kata kunci subjek, dan sulit dibedakan bagi pemakai.
-
Online
dengan bandwidth rendah, makan waktu, membuat frustasi, untuk download makan
waktu yang panjang dan kadang-kadang putus ditengah jalan.
-
Kadang-kadang
prosedur search terlalu rumit dan panjang sehingga makan waktu yang panjang
hanya untuk mencari misalnya fulltext journal articles, kesulitan untuk
memutuskan yang mana relevan dengan yang dicari.
-
Pengorganisasian
informasi di DL, kalau terlalu spesifik punya dampak dalam pemilihan oleh
pemakai, atau kadang-kadang tidak terlihat dilayar utama, tapi tersembunyi di
layar berikutnya, sehingga pemakai harus menjelajah webpage untuk mendapatkan
berbagai macam sumber informasi yang tersedia.
Intinya
pemakai menginginkan “a One-stop window search” ??? ini yang
menjadi persoalan pustakawan untuk mendisian DL yang terdiri dari berbagai
system operasi, perangkat lunak, perangkat keras, search engine, interface dsb.
Kemungkinan
Pemecahannya
-
Implikasi
dari DL harus ada pelatihan mengenai struktur DB, meta database atau data
mining yang kita pakai, strategi penelusuran dan teknik penelusuran secara
online,dst.
-
Artinya
pemakai harus mempersiapkan dan meluangkan waktu untuk mencari informasi/pengetahuan
yang sesuai dengan system atau karakter dari search engine,
databases, atau system operasinya, setelah itu baru ditekankan pada kurikulum
pelatihannya, juga perlu dipikirkan adalah disain database dan struktur
databasenya.
-
Pendekatan
A One – Stop Window dimana pemakai dapat melihat dan menggunakan
satu interface search untuk mencari informasi dari berbagai macam
system, databases.
-
Konsekwensi
pendekatan A One-Stop Window adalah harus lengkap panduan “online
help” untuk membimbing/ atau petunjuk bagi pemakai secara lengkap;
-
Terkait
dengan kesenjangan digital, maka data statistik pemakai perlu dilengkapi :
berapa pemakai yang terkoneksi ke internet, berapa pemakai yang akan akses ke
DL, siapa yang sering menggunakan DL?, berapa pemakai yang menggunakan koneksi
ke internet dengan a high bandwidth connection system akses informasi
harus didisain untuk dimungkinkan akses ke sumber-sumber informasi di DL,
intranet dan internet dari suatu institusi;
-
Pada
umumnya pemakai tidak mau banyak meluangkan waktu pada luaran search, jadi
mekanisme automatic filtration harus berdasarkan karakter pemakai, tugas
pemakai, atau pilihan pemakai.
-
Fasilitas untuk menggunakan “search term
dictionary atau vocabulary control tools adalah sangat mutlak untuk good
DL search interfaces.
Model Perencanaan Strategis Tradisional
External
Analysis Internal Analysis
-
Lingkungan
Kekuatan dan Kesempatan dan Pengadaan Informasi Kelemahan
-
Ancaman
Organisasi
-
Tanggung
jawab Dan komitmen Evaluasi informasi Visi dan nilai
-
Social
manajerial
-
Evaluasi
strategi
-
Seleksi
strategi
-
Implementasi
Perencanaan
Strategis dalam paradigma baru
-
Keputusan
rencana dan goals
-
Scan
lingkungan
-
Perencanaan
strategis Analisa opsi strategi
-
Disain
unit perencanaan
-
Agenda
-
Adop
perencanaan strategis
Perubahan
paradigma
KM dan DL
secara umum mempunyai pemahaman dengan suatu pengertian
pengontrolan/pengelolaan penggunaan hasil dari informasi/pengetahuan yang
eksplisit dan tacit ke dalam suatu organisasi. Penggunaan dan penerapan
informasi atau pengetahuan tacit dan eksplisit dalam suatu organisasi adalah
untuk memecahkan atau solusi permasalahan organisasi itu sendiri, dari suatu
hasil dan proses komunikasi antar anggota organisasi dalam suatu jaringan
komunikasi (network) melalui pendekatan KS dalam suatu komunikasi
pengetahuan yang intens untuk memecahkan masalah.
Tahapannya
adalah:
-
Perubahan
paradigma dari seluruh anggota organisasi perlu dilakukan menuju pada DL dan KS
berdasarkan perspektif organisasi itu sendiri;
-
Perubahan
paradigma dengan tujuan DLdan KS yang komunikatif disesuaikan dengan perspektif
budaya kita;
-
Paradigma
komunikatif dalam DL juga harus relevan dalam upaya meningkatkan proses
pembelajaran dalam suatu organisasi dengan bentuk kolaborasi, kooperatif dalam
proses pertukaran informasi dan pengetahuan;
-
Disain
KS dan DL juga secara dramatis berubah dari cara bagaimana luaran/produk dan
pertukaran informasi/pengetahuan dalam kerangka suatu organisasi di lingkungan
ilmiah;
-
DL
dalam paradigma komunikatif yang mana minimal sesuai dengan topik yang dibahas,
paradigma kemandirian organisasi DL yang akan mempunyai konsekuensi besar untuk
pekerjaan perpustakaan dan struktur organisasinya, juga pola penyebaran
informasi kepada institusi lain.
-
Dengan
demikian maka institusi DL tersebut memerlukan suatu proses dan manajemen yang
terpadu melalui DB transfer, generasi informasi, information mapping,
codification, coordination,information architects, dsb.
Dalam
suatu proses komunikasi dalam DL memang ICT adalah factor pengerak utama dalam
kehidupan masyarakat modern, dimana komunikasi dalam masyarakat akan terjadi
bersifat fundamental dan alami, yang juga ada perbedaan karakteristik budaya,
sosial, ekonomi dan agama yang sangat mempengaruhi terjadinya komunikasi yang
interaktif dalam DL.
Pandangan
klasik bahwa informasi atau pengetahuan yang dihasilkan oleh seseorang ,
dipublikasikan dan disimpan dalam suatu wadah informasi seperti cetakan, buku,
jurnal, laporan, namun sekarang wadah itu berubah dalam bentuk elektronik
seperti: bank data, knowledge-based-systems, non-linier hypertext, data
mining dan web-sites; yang tujuannya adalah untuk penyebaran informasi atau
pengetahuan kepada pemakai, ini adalah dilihat dari sudut pandang statis atau
disebut “information warehouse approach”.
Pandangan
DL komunikatif yang dinamis adalah tidak bertumpu sebagai hal yang tetap, tapi
penekanannya pada suatu petumbuhan DL yang dibutuhkan atau pembaharuan
informasi dan pengetahuan secara daur ulang sesuai dengan dinamika pemakai,
dalam suatu proses yang berkesinambungan baik dalam pertukaran DB dan
komunikasi data atau informasi dalam suatu jaringan DL sehingga menghasilkan
INOVASI, dari hasil proses interaksi dan komunikasi jaringan DL disebut
dengan the network or communication
approach telemediatization yang berisi potensi telekomunikasi
(komunikasi elektronik melalui network), informatika (electronic information
processing) dan multimedia.
Jadi, DL
dilihat dari berbagai perspektif dan multi dimensi menuju a knowledge
society adalah merupakan fondasi dasar dari perkembangan suatu bangsa dan
negara, dimana DL adalah salah satu instrumen untuk pertukaran informasi
dan pengetahuan di suatu negara. A knowledge society sangat
bebeda dengan masyarakat industri (A knowledge economy) yang bertujuan
untuk merubah masyarakat dari pemenuhan the basic need of all round
development to empowerment, sedangkan a knowledge society.
Ada dua
komponen driven by societal transformation and wealth generation seperti:
pendidikan, kesehatan, pertanian dan pemerintahan yang akan melahirkan
suatu generasi yang produktivitasnya tinggi.
DL
systems adalah suatu
proses yang secara sistematis mulai dari finding, selecting, organizing,
distilling, and presenting information untuk meningkatkan pengetahuan dan
memahami secara komprehensif pada spesifik area. Aktivitas a specific
information/knowledge management terdiri dari bagaimana mengorganisasikan acquiring,
storing, utilizing information/knowledge for problem solving, dynamic learning,
strategic planning and decition making.
Knowledge creation ada dua yaitu: explicit
dan tacit knowledge, dimana explicit seperti: buku, proseding,
paper, bahan presentasi, notulen, catatan harian,dsb, sedangkan tacit
terdapat dimasing-masing individu/orang, sehingga perlu suatu cara secara
sistematis untuk mengamati dan menangkap data/informasi/pengetahuan dari setiap
individu dalam suatu organisasi yang ada untuk memecahkan suatu masalahdi dalam
suatu organisasi, sedangkan DL adalah komponen penting untuk menangkap explicit.
Pendekatan Digital Library
Fokus pada tiga area yaitu: pengembangan sumber daya
informasi, adanya portal yang mengintegrasikan berbagai database untuk
keperluan akademis atau penelitian yang mudah diakses dan sekaligus sebagai
kemudahan layanan DL ke pemakai, dan pelatihan kepada pemakai untuk
optimalisasi penggunaan database secara efisien;
-
Pengembangan
koleksi secara kolaborasi;
-
Konvergensi
sumber informasi dan system pelayanan digital;
-
System
union katalog untuk E-jurnal;
-
System meta search engine;
-
Document delivery system (DDS) dan Reference
Desk service (RDS);
-
Subject information portal;
-
Open URL link service;
-
Training.
Arsitektur desain Digital Library
Secara teknikal dapat dibagi menjadi tiga lapisan
dari atas sampai kebawah yaitu: lapisan portal, lapisan aplikasi, dan lapisan
sumber daya informasi, dimana biasanya berisi berbagai macam databases seperti:
artificial intelligent database, full-text database , citation database, dsb
. Lapisan aplikasi punya Open URL linking server, cross-databases
Meta-search engine, OAI service providers that can integrated those resource
into a universal knowledge platform.
Sedangkan lapisan portal adalah untuk memudahkan pemakai mengoptimalkan
sumber informasi dalam DL dan sekaligus pelayanan permintaan dan pengiriman
informasi/pengetahuan lewat RSS atau Email.
Perkembangan DL di Indonesia masih dalam upaya
“pencarian peta baru”, “cara baru”, untuk membentuk jaringan DL (DL networks)
yang lebih tepat untuk konteks yang baru. Dalam hal penggunaan DL , harus
diberikan prioritas kepada cara-cara organisasi perpustakaan memberdayakan DL
yang langsung memiliki kontak dengan masyarakat. Pendekatan ini memerlukan
petugas perpustakaan yang memahami kerangka DL dan karakter DL dan tujuan DL,
sementara system DL perlu dilengkapi dengan saluran umpan-balik dan fasilitas
pembelajaran yang memadai.
Rossel mengusulkan agar perhatian diberikan kepada dua
hal, yaitu:
-
Masyarakat berbasis informasi merupakan masyarakat yang
terfokus pada pemanfaatan model manusia (human capital) dalam bentuk
pengetahuan, sehingga manajemen perlu segera mengijinkan petugas /pegawai
mengambil keputusan dan memiliki akses ke sumberdaya organisasi secara bebas
untuk melakukan inovasi.
-
Merubah struktur hirarkis, berpindah ke organisasi yang
didasarkan pada kelompok-kelompok berdasarkan focus permasalahan (problem
–focused teams), sehingga ketika ada masalah pegawai dari berbagai unit
bias dikumpulkan untuk mencari solusi masalah tersebut, setelah teratasi tim
dibubarkan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang Digital
Library ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.
Dengan
adanya digital library, data tentang informasi yang disimpan tidak lagi secara
manual, tapi sudah dapat langsung disimpan secara elektronik dalam sebuah
database, sehingga lebih memudahkan user di dalam mengolah, menyimpan ataupun
mencari data yang diinginkan.
2.
Dengan
adanya digital library, informasi tidak terbatas pada suatu tempat layaknya
perpustakaan fisik, tetapi orang-orang atau masyarakat dari seluruh dunia dapat
mengakses informasi yang mereka butuhkan dimanapun mereka berada.
3.
Dengan
adanya teknologi digital library yang sudah maju dan hadirnya software yang
mudah digunakan, dapat lebih menunjang kemampuan dan komunikas individual
hingga melintasi batas birokrasi dan budaya.
4.
Dengan
adanya digital library, walaupun pembangunannya banyak memerlukan tenaga, waktu
dan biaya yang tidak sedikit, tetapi keberadaan digital library sangat
diperlukan terutama dalam menjawab tantangan teknologi informasi saat ini yang
sedang berkembang pesat.
Saran
Saran yang diusulkan agar dapat
lebih membangun Digital Library adalah:
1.
Memiliki
sarana dan prasarana berupa hardware dan software yang memiliki teknologi yang
selalu maju mengikuti perubahan teknologi yang terjadi.
2.
Diolah
oleh sumber daya manusia yang handal, yang memiliki potensi dalam mengembangkan
Digital Library.
3.
Memperkenalkan
Teknologi Informasi secara mendalam kepada masyarakat, agar penggunaan Digital
Library dapat benar-benar efektif, serta berguna dalam menambah informasi dan
pengetahun kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Leffingwell, Dean and Don Widrig
(2000), Managing Software Requirements –
A Unified Approach, Addison Wesley.
Sulistiyo-Basuki (2004), Pengantar
Dokumentasi, Rekayasa Sains.
Wahono, Romi Satria, IKC, Teknologi
Informasi untuk Perpustakaan:
Perpustakaan Digital dan
Sistem Otomasi Perpustakaan
Wahono, Romi Satria (1998), Digital Library: Chalenges and Roles Toward
21 st Century, Proceedings of Tekno’98 Sysmposium, Nagaoka , Japan .
Wahono, Romi Satria (2003), Analyzing Requirements Engineering Problems,
IECI Japan Workshop , Japan .
http://pustaka.bkkbn.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=69&Itemid=9
www.lib.itb.ac.id/~mahmudin/materi-depag07/pelatihan-unpad/Digital%20library.doc
http://ilmukomputer.org/2008/11/25/melihat-proyek-digital-library/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar