Senin, 25 November 2013

sejarah perpustakaan

A. ASAL MULA PERPUSTAKAAN
Perkembangan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari sejarah manusia karena perpustakaan merupakan produk manusia. Dalam sejarahnya, manusia mula-mula tidak menetap sebagai mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain. Kehidupan seperti ini sering disebut kehidupan nomaden.
perpustakaan terbesar di dunia
perpustakaan terbesar di dunia
Manusia mencari makan dari alam sekitarnya, sedangkan untuk keperluan ternaknya ia mencari sumber air serta rumput. Manusia mulai berusaha menggarap lahan yang ada disekitarnya, untuk keperluan daging manusia memburu binatang yang ada disekitarnya. Kehidupan berburu ini tidak beranjak jauh dari kehidupan nomaden. Dalam pengembarannya serta dari kehidupan bertaninya, manusia memperoleh pengalaman bahwa bila dia memberi tanda pada sebuah batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya, ternyata manusia dapat menyampaikan berita ke manusia lainnya. Pesan ini dipahatkan pada batu atau pohon atau benda lainnya. Selama itu manusia berhubungan dengan manusia lain melalui bahasa lisan maupun bahasa isyarat. Setelah menggunakan berbagai tanda yang dipahatkan pada pohon ataupun batu ataupun benda lainnya, manusia mulai berkomunikasi dengan kelompok lain melalui bahasa tulisan.


Adanya tulisan tersebut dapat membantu daya ingat manusia daya ingat manusia kini manusia dapat melihat “catatannya” pada pohon, batu, dan lempengan. Pesan dalam berbagai pahatan itu dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Bila kegiatan memberi tanda pada berbagai benda itu dilakukan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya maupun dari suku satu ke suku lainnya maka banyak dugaan bahwa perpustakaan dalam bentuknya yang sangat sederhana sudah mulai dikenal ketika manusia mulai melakukan kegiatan penulisan pada berbagai benda. Benda itu dapat diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku lain.  Berdasarkan bukti arkeologis diketahui bahwa perpustakaan pada awal mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain, perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan perpustakaan purba tidak lain menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan bahwa perpustakaan dan arsip semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk kemudian terpisah. Dari kegiatan itu, ternyata bahwa sejak semula salah satu kegiatan perpustakaan ialah menyimpan produk tulisan masyarakat sekaligus juga
perpustakaan merupakan produk masyarakat karena tak ada perpustakaan tanpa ada masyarakat.
B. SEBELUM MASEHI
Disebutkan diatas bahwa manusia berusaha mencatat kegiatannya dengan cara memahatkannya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat laun catatan itu dianggap kurang praktis karena sulit digunakan dan sukar disimpan. Karena catatan pada batu atau lempengan tanah liat itu dianggap kurang praktis, manusia berusaha menemukan alat tulis yang lebih baik daripada alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 sebelum Masehi, orang Mesir mendapatkan sebuah temuan sederhana tapi memiliki pengaruh besar bagi peradaban manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Rumput tersebut dihaluskan dengan cara ditumbuk lalu diratakan, kemudian dikeringkan dan digunakan untuk menulis dengan menggunakan pahatan dan tinta. Dari kata papyrus itu berkembanglah istilah paper, papiere, papiros yang berarti kertas. Penemuan kertas dari rumput papyrus ini dianggap penting bagi manusia karena serat selulosenya merupakan landasan kimiawi bagi pembuatan kertas zaman modern.
C. SESUDAH MASEHI
Hingga sekitar tahun 700-an Masehi, papyrus masih digunakan sebagai bahan tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang. Sekitar abad pertama Masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang kita gunakan saat ini telah ditemukan di Cina. Namun karena pengetatan yang dilakukan penguasa Cina terhadap semua benda yang keluar masuk dari Cina maka penemuan kertas itu tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an. Sebelum itu, Eropa menggunakan kulit binatang sebagai bahan tulis, misalnya mereka membuat alat tulis dari kulit kambing, domba, biri-biri, sapi, dan binatang lain yang disebut parchmen. Parchmen sebenarnya berasal dari kata “pergamuan” sebuah kota kecil di Asia Kecil tempat parchmen pertama kali digunakan. Parchmen digunakan untuk bahan tulis sebelum kertas ditemukan. Bahan tulis lain disebut vellum, tersebut dari kulit sapi atau kambing, digunakan untuk menulis dan menjilid buku.
Karena Eropa Barat baru mengenal kertas pada abad ke-12, sedangkan mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15 maka pengembangan perpustakaan berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal, sedangkan teknik pencetakan masih primitive, di Eropa Barat dikenal sejenis terbitan bernama incunabula yang berarti buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501. Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah perpustakaan terutama di Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut “manuskrip”. Makrip ini umumnya berbentuk gulungan, disebut scroll.
Di Eropa Barat sekitar tahun 1440 tatkala Johann Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Setiap aksara dilebur ke dalam logam, kemudian dipindah ke dasar mesin pres lalu diberi tinta. Kemudian ditaruh kertas di atasnya lalu digulung dengan lempeng pemberat. Sejak penemuan Gutenberg ini (sebenarnya penemuan untuk kawasan Eropa) pembuatan manuskrip yang semula ditulis tangan, kini dapat digandakan dengan mesin cetak. Karena teknik pencetakan yang masih sederhana ini maka hasilnya pun masih sederhana dibandingkan dengan buku cetakan masa kini. Buku yang diterbitkan semasa ini hingga abad ke-16 dikenal dengan nama incunabula.
Mesin cetak penemuan Gutenberg kemudian dikembangkan lagi sehingga mulai abad ke-16 pencetakan buku dalam waktu singkat mampu menghasilkan ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah terjadinya revolusi perpustakaan artinya dalam waktu singkat perpustakaan diisi dengan buku cetak. Revolusi yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian ketika buku mulai digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin cetak kemudian tersebar keseluruh Eropa, kemudian dibawa lagi ke Asia tempat asal usul mesin cetak.
Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak sosial yang besar. Misalnya, bila sebuah negara berada di bawah kekuasaan yang mutlak, berbagai pengarang menulis buku dengan tujuan menentang tirani. Hal ini sering berakhir dengan pelarangan buku yang menentang kekuasaan, alasan lain menulis buku ialah untuk mata pencaharian. Banyak orang hidup hanya dari menulis buku saja. Misalnya, para sastrawan dan penulis novel. Alasan lain menulis buku ialah melakukan komunikasi formal antara penulis dengan pembacanya.

D. PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN KLASIK DI BERBAGAI NEGARA
1. Sumeria dan Babylona
Perpustakaan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Penggalian di bekas kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa Sumeria sekitar 3000 tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tables). Tulisan yang digunakan masih berupa gambar (pictograph), kemudian ke aksara Sumeria. Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan dan tulisan Sumeria kemudian diserap oleh Babylonia yang menaklukkannya. Tulisan Sumeria kemudian diubah menjadi tulisan paku (cunciform) karena mirip paku. Semasa pemerintahan Raja Ashurbanipal dari Assyria (sekitar tahun 668-626 SM) didirikan perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh, berisi puluhan ribu lempeng tanah liat yang dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan (Sulistyo Basuki:1991). Untuk mencatat koleksi digunakan system subjek serta tanda pengenal pada tempat penyimpanan. Banyak dugaan bahwa perpustakaan ini terbuka bagi kawula kerajaan.

2. Mesir
Pada masa yang hamper bersamaan, peradaban Mesir Kuno pun mengalami perkembangan. Teks tertulis di perpustakaan Mesir berasal dari sekitar tahun 4000 SM, namun gaya tulisannya berbeda dengan tulisan Sumeria. Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph. Tujuan hieroglyph ialah memahatkan pesan terakhir dimonumen untuk mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada di tembok dan monument dimaksudkan untuk memberikan kesan pada dunia. Perpustakaan di Mesir bertambah maju berkat penemuan penggunaan rumput papyrus sekitar tahun 1200 SM. Untuk membuat lembar papyrus, isi batang papyrus dipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu demi satu dan ditumpuk. Kedua lapisan kemudian dilekatkan dengan lem, ditekan, diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Dengan demikian, permukaan lembaran papyrus dapat digunakan sebgai bahan tulis, sedangkan alat tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Perkembangan perpustakaan Mesir terjadi semasa raja Khufu, Khafre, dan Ramses II sekitar tahun 1250 M. Perpustakaan Raja Ramses II memiliki koleksi sekitar 20.000 buku.

3. Yunani
Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang disebut mycena sekitar tahun 1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22 aksara temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita kenal sekarang ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Peistratus (dari Athena) dan Polyerratus (dari Samos) skitar abad ke-6 dan ke-7 dan Pericies sekitar abad ke-5 SM. Pada saat itu, membaca merupakan pengisi waktu senggang dan merupakan awal dimulainya perdagangan buku. Filsuf Aristoteles dianggap sebagai orang pertama kali mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan budaya masa lalu. Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai puncaknya semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penakhlukan Alexander Agung berserta penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan perkembangan perintahan monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir berdiri sebuah museum, yang salah satu bagian utamanya ialah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari semua penjuru. Berkat usaha Demertrius dari Phalerum, perpustakaan Alexandria berkembang pesat dengan koleksi pertamanya 200.00 gulung papirus hingga nantinya mencapai 700.00 gulungan pada abad pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut Serapeum. Disini koleksi yang dimiliki sejumlah 42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000 gulung. Semua gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya, dan diberi catatan untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani. Semua pustakawan perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung, termasuk pujangga Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota Pergamun di Asia kecil menjadi pusat belajar dan kegiatan sastra. Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua mnuskrip, bahan bila perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena khawatir persediaan papirus di Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamun. Akibatnya, perpustakaan Pergamun harus mencari bahan tulis lain selain papirus. Maka dikembangkanlah bahan tulis baru yang disebut parchment atau kulit binatang, terutama biri-biri atau anak lembu.
Sebenarnya bahan tulis ini sudah lama dikenal Yunani, namun karena hargnya lebih mahal daripada papirus, maka banyak orang yang lebih meilih papirus. Parchment dikembangkan dan akhirnya menggantikan bahan tulis papirus hingga ditemukannya mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi perpustakaan Pergamun mencapai 10.000 gulungan. Dalam perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergamun nantinya diserahkan ke perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi perpustakaan terbesar pada zamanya.

5. Byzantium
Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan Timur pada tahun 324. ia meimlih ibukota di Byzantium, kemudian diubah menjadi Konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan kerajaan dan menekan karya Latin, karena bahasa Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6. koleksi ini kemudian ditambah dengan karya Kristen dan non-Kristen, baik dalam bahasa Yunani meupun Latin. Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku. Waktu itu gereja merupakan pranata kerajaan yang paling penting. Karena adanya ketentuan bahwa seorang uskup harus memiliki sebuah perpustakaan, maka perpustakaan gereja berkembang. Kerajaan Byzantium kaya, berpenduduk pasat, secara kultural, intelektual, dan politiknya cukup matang, yang diperkaya oleh ajaran Yunani dan Timur serta dipengaruhi tradisi Roma dalam pemerintahan. Kerajaan ini bertahan hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ketujuh hingga pertengahan abad ke-9, terjadi kontroversi mengenai ikonoklasme, yaitu penggambaran Yesus dan orang kudus lainnya pada benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan kemudian biarawan Yunani mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan menuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan maupun maniatur tidak digunakan dalam karya keagamaan maupun Bibel. Setelah kontronersiberakhir, minat terhadap karya Yunani kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis kembali, diberi komentar, dibuatkan ringkasan satra Yunani bahkan juga dikembangkan ensklopedia dan leksikon Yunani.

6. Arab
Agama islam muncul pada abad ke-7, dan mulai menyebar ke sekitar daerah Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai Syria, Babylonia, Mesopotamia, Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan menyebrang ke Spanyol. Orang Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan berjasa besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika ke Eropa. Pada abad ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan dalam hal karya seluler, Bagdad berkembang dan menjadi pusat kajian karya Yunani. Ilmuwan Muslim mulai memahami pikiran Aristoteles. Ilmuwan Muslim mengkaji dan menerjemahkan karya filasafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani ke dalam bahasa Arab; kadang-kadang dari versi bahasa Syriac ataupun Aramaic. Puncak keemasannya terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun, yang mendirikan “rumah kebijakan” (Bait al-Hikmah), yaitu sebuah lembaga studi yang menggabungkan unsur perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun 810. selama abad ke-8, ilmu alam, metematika, dan kedokteran benar-benar dipelajari. Karya Plato, Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, termasuk pula penelitian asli dalam bidang astrologi, alkemi, dan magis. Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil mengetahui cara pembuatan kettas daroi orang Cina; pada abad ke-8 di Bagdad telah berdiri pabrik kertas. Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad dikuasai orang Arab. Karena harganya murah, banyak, dan mudah ditulis, maka produksi buku melonjak dan perpustakaan pun berkembang. Begitupun perpustakaan mesjid dan lembaga pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog disusun menurut tempat dan kelola oleh staf perpustakaan. Pada abad ke-11, perpustakaan Kairo memiliki sekitar 150.000 buku.
Di Spanyol, orang Arab mendirikan Perpustakaan Corboda yang memiliki 400.00 buku. Di perpustakaan Corboda, Toledo dan Seville, karya klasik diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa Syriac. Ketika Spanyol direbut tentara Kristen, ribuan karya klasik ini diketemukan, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan disebarkan ke seluruh Eropa.

7. Renaissance
Renaissance mulai pada abad ke-14 di Eropa Barat. Secara tidak langsung, Renaissance tumbuh akibat pengungsian ilmuwan Byzantium dari Konstantinopel. Mereka lari karena ancaman pasukan Ottoman dan Turki. Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa serta manuskrip penulis kuno. Ilmuwan Italia menyambut kedatangan ilmuwan ilmuwan Byzantioum ini dan mendorong pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini kemudian tersebar ke Eropa Utara dan Barat, sebagian di antaranya disimpan di perpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh.

E. KONDISI MENGUNTUNGKAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN
Dari perkembangan perpustakaan selama hampir 500 tahun itu, kita dapat menyimak adanya kondisi yang menguntungkan pertumbuhan perpustakaan. Ada pula kondisi yang menghambat pertumbuahan perpustakaansehingga perpustakaan tidak berkembang secara wajar. Perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan suatu masyarakat. Bila kebutuhan tersebut dipenuhi, masyarakat akan menuntut pembangunan perpustakaan. Di negara maju, kebutuhan ekonomi sudah dipenuhi dan meningkat ke kebutuhan kultural. Di negara berkembang, mayarakat masih bergulat dengan kesulitan ekonomi sehingga kebutuhan yang mendesak ialah kebutuhan pangan, pakaian, dan papan. Karena itu, perkembangan perpustakaan, terutama perpustakaan umum, di negara berkembang lebih lambat dibandingkan di negara maju.
Dengan demikian, perpustakaan akan tumbur subur bila :
1. Masyarakat telah matang dalam arti telah mencapai kematangan sosial dan kultural sehingga menyadari perlunya penyimpanan, penyebaran, dan perluasan wadah pengetahuan.
2. Bila dalam masyarakat timbul dorongan untuk memperbaiki diri sendiri serta tumbuh kesadaran akan perlunya informasi.
3. adanya kepemimpinan yang mendorong penggunaan perpustakaan, tunjangan keuangan untuk menunjang perpustakaan serta minat budaya dan intelektual untuk menggunakan perpustakaan.
4. adanya kemakmuran ekonomi yang memungkinkan perorangan maupun perusahaan menyumbang sebagian keuntungannya untuk perpustakaan.
5. adanya pertumbuhan ekonomi, kekuatan nasional, dan status nasional yang mendorong penyebarluasan informasi serta penggunaan informasi yang bermanfaat.

F. SEJARAH PERPUSTAKAAN INDONESIA
Sejak jaman kerajaan-kerajaan Nusantara, sebenarnya kegiatan tulis-menulis sudah ada di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya karya besar pujangga pada jaman itu. Mpu Kanwa menulis kitab Arjunawiwaha yang artinya adalah perkawinan Arjuna. Kitab ini merupakan petikan dari Wanaparwa, yaitu kisah tentang Arjuna yang bertapa di gunung Indrakila. Kitab yang digubah Mpu Kanwa tersebut merupakan kisah perjuangan raja Airlangga dari Singasari.Panuluh bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Mpu Panuluh sendiri menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Mpu Dharmaja menggubah kitab Smaradahana. Kitab Pararaton yang mengisahkan kerajaan Singasari ditulis setelah kerajaan Singasari runtuh. Pada jaman Majapahit Mpu Prapanca mengarang buku Negarakertagama. Mpu Tantular menulis kitab Sutasoma. Pada jaman itu kitab ditulis di atas daun lontar sejenis daun enau dengan teknik goresan. Hasil goresan kemudian diberi jelaga dengan campuran minyak khusus sehingga goresan menjadi berwarna hitam dan dapat dibaca dengan jelas. Keunggulan daun lontar adalah tidak cepat lapuk sehingga dapat bertahan lama sampai ratusan tahun. Sejalan dengan perkembangan jaman waktu itu, akhirnya masyarakat sudah bisa membuat kertas sederhana dari kulit pohon saeh. Pembuatan kertas dari pohon saeh ini diperkirakan mulai berkembang pada abad ke-16 dan berpusat di beberapa kerajaan di Jawa seperti di Cirebon dan sekitar Yogyakarta. Teknik pembuatan kertas pada jaman itu adalah dengan cara memukul-mukul kulit pohon saeh sampai lembut sebaai bahan kertas. Kertas yang dihasilkan masyarakat pada jaman itu disebut dengan daluwang atau kertas jawa. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya pada jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta, Pakualam, Mangkunegoro, Cirebon, Melayu, Jambi, Makasar, Maluku, dan Sumbawa. Dari daerah Cirebon diketemukan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 sampai ke-17 dengan menggunakan media kertas daluang (kertas jawa). Buku yang dihasilkan dari Cirebon adalah Pustaka Rajya-rajya dan Bumi Nusantara 25 jilid, Pustaka Paratwan 10 jilid, Pustaka Negarakertabhumi 12 jilid, Purwwaka Samastabhuwana 17 jilid, Usadha 15 jilid, Naskah Masa Panembahan Ratu, Mahasastra 42 jilid, Usana 24 jilid, Kidung 18 jilid, Pustaka Prasasti 35 jilid, Serat Nitrasamaya pantaraning Raja-Raja 18 jilid, Ceritera Sang Walija 18 jilid. Perpustakaan tertua di Indonesia baru lahir tahun 1643, yaitu ketika mulai masuknya bangsa Eropa di Nusantara seperti bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda. Perpustakaan tertua yang diketemukan adalah sebuah perpustakaan yang berada di bawah organisasi keagamaan di Batavia (sekarang Jakarta) yang didirikan oleh Bangsa Belanda. Perpustakaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tanggal 27 April 1643. Setelah seratus tahun lebih, pada tahun 1778 didirikanlah perpustakaan kedua di jaman penjajahan Belanda. Perpustakaan tersebut didirikan oleh sebuah perkumpulan bidang budaya dan ilmu pengetahuan. Perpustakaan itu diberi nama Bataviaash Genootchaap voor Kusten en Watenschappen yang tugasnya adalah menghimpun karya-karya tentang berbagai aspek budaya dan ilmu pengetahuan di tanah jajahan Indonesia. Sebagian koleksi perpustakaan ini sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan masih terawat baik.


G. PERPUSTAKAAN MASA DEPAN
Pada dasarnya kita pada saat ini sudah berada di eprpustakaan masa depan dengan di tandai dengan banyaknya tekonologi informasi saat ini yang mampu menunjang semua aspek kegiatan perpustakaan. Perpustakaan masa depan mampu menempatkan diri pada posisi strategis. Untuk mencapai tingkat itu, tentu diperlukan usaha keras dari pihak terkait. Tidak saja pada pustakawannya sendiri, melainkan juga penyandang dana, pemerintah, pengelola, penyelenggara, sampai pada pengguna yang semakin sadar akan kebutuhan bahan pustaka dan perpustakaannya. semakin profesionalnya pegawai atau putakawan. Karena, saat ini pendidikan pustakawan profesional sudah marak digalakkan, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang lebih maju, tenaga pustakawan akan lebih profesional lagi. kondisi fisik perpustakaan semakin baik, misalnya, gedung semakin mewah, fasilitas semakin lengkap termasuk kelengkapan teknologinya, bahkan memungkinkan perpustakaan untuk mengumpulkan koleksinya dalam komputer atau digital library.

H. KESIMPULAN
          Perkembangan perpustakaan dari zaman dahulu sangat membantu kemajuan perpustakaan modern pada saat ini Dengan demikian, diharapkan pula citra perpustakaan memiliki prospek yang baik. Karena perpustakaan merupakan bagian dari pendidikan dalam arti luas, sementara pendidikan tidak terpisahkan dari budaya sebagai wujud dari peradaban umat manusia yang selalu berubah, berkembang mengikuti perubahan zaman, maka perpustakaan ke depan dimungkinkan akan dikenal luas oleh masyarakat.
                                                                                                     







Tidak ada komentar:

Posting Komentar