A. ASAL MULA PERPUSTAKAAN
Perkembangan perpustakaan tidak dapat
dipisahkan dari sejarah manusia karena perpustakaan merupakan produk manusia.
Dalam sejarahnya, manusia mula-mula tidak menetap sebagai mengembara dari satu
tempat ke tempat yang lain. Kehidupan seperti ini sering disebut kehidupan
nomaden.
Manusia mencari makan dari alam sekitarnya, sedangkan untuk keperluan
ternaknya ia mencari sumber air serta rumput. Manusia mulai berusaha menggarap
lahan yang ada disekitarnya, untuk keperluan daging manusia memburu binatang
yang ada disekitarnya. Kehidupan berburu ini tidak beranjak jauh dari kehidupan
nomaden. Dalam pengembarannya serta dari kehidupan bertaninya, manusia
memperoleh pengalaman bahwa bila dia memberi tanda pada sebuah batu, pohon,
papan, lempengan serta benda lainnya, ternyata manusia dapat menyampaikan
berita ke manusia lainnya. Pesan ini dipahatkan pada batu atau pohon atau benda
lainnya. Selama itu manusia berhubungan dengan manusia lain melalui bahasa
lisan maupun bahasa isyarat. Setelah menggunakan berbagai tanda yang dipahatkan
pada pohon ataupun batu ataupun benda lainnya, manusia mulai berkomunikasi
dengan kelompok lain melalui bahasa tulisan.
perpustakaan terbesar di dunia |
Adanya tulisan tersebut dapat
membantu daya ingat manusia daya ingat manusia kini manusia dapat melihat
“catatannya” pada pohon, batu, dan lempengan. Pesan dalam berbagai pahatan itu
dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Bila kegiatan memberi tanda pada
berbagai benda itu dilakukan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya
maupun dari suku satu ke suku lainnya maka banyak dugaan bahwa perpustakaan
dalam bentuknya yang sangat sederhana sudah mulai dikenal ketika manusia mulai
melakukan kegiatan penulisan pada berbagai benda. Benda itu dapat diteruskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku
lain. Berdasarkan bukti arkeologis
diketahui bahwa perpustakaan pada awal mulanya tidak lain berupa kumpulan
catatan transaksi niaga. Dengan kata lain, perpustakaan purba tidak lain
merupakan sebuah kemudahan untuk menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan
perpustakaan purba tidak lain menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan
bahwa perpustakaan dan arsip semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk
kemudian terpisah. Dari kegiatan itu, ternyata bahwa sejak semula salah satu
kegiatan perpustakaan ialah menyimpan produk tulisan masyarakat sekaligus juga
perpustakaan
merupakan produk masyarakat karena tak ada perpustakaan tanpa ada masyarakat.
B. SEBELUM MASEHI
Disebutkan diatas bahwa manusia
berusaha mencatat kegiatannya dengan cara memahatkannya pada kayu, batu, dan
lempengan. Lambat laun catatan itu dianggap kurang praktis karena sulit
digunakan dan sukar disimpan. Karena catatan pada batu atau lempengan tanah
liat itu dianggap kurang praktis, manusia berusaha menemukan alat tulis yang
lebih baik daripada alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 sebelum
Masehi, orang Mesir mendapatkan sebuah temuan sederhana tapi memiliki pengaruh
besar bagi peradaban manusia, yaitu penemuan bahan tulis berupa papyrus yang dibuat dari sejenis
rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Rumput tersebut dihaluskan dengan
cara ditumbuk lalu diratakan, kemudian dikeringkan dan digunakan untuk menulis
dengan menggunakan pahatan dan tinta. Dari kata papyrus itu berkembanglah istilah paper, papiere, papiros yang berarti kertas. Penemuan kertas
dari rumput papyrus ini
dianggap penting bagi manusia karena serat selulosenya merupakan landasan
kimiawi bagi pembuatan kertas zaman modern.
C.
SESUDAH MASEHI
Hingga sekitar tahun 700-an Masehi, papyrus masih digunakan sebagai bahan
tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang. Sekitar abad
pertama Masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang kita gunakan saat
ini telah ditemukan di Cina. Namun karena pengetatan yang dilakukan penguasa
Cina terhadap semua benda yang keluar masuk dari Cina maka penemuan kertas itu
tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an. Sebelum itu, Eropa menggunakan
kulit binatang sebagai bahan tulis, misalnya mereka membuat alat tulis dari
kulit kambing, domba, biri-biri, sapi, dan binatang lain yang disebut parchmen. Parchmen sebenarnya berasal
dari kata “pergamuan” sebuah kota kecil di Asia Kecil tempat parchmen pertama
kali digunakan. Parchmen digunakan untuk bahan tulis sebelum kertas ditemukan.
Bahan tulis lain disebut vellum, tersebut dari kulit sapi atau kambing,
digunakan untuk menulis dan menjilid buku.
Karena Eropa Barat baru mengenal
kertas pada abad ke-12, sedangkan mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15 maka
pengembangan perpustakaan berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal,
sedangkan teknik pencetakan masih primitive, di Eropa Barat dikenal sejenis
terbitan bernama incunabula yang
berarti buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501.
Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah perpustakaan terutama di Eropa hanya
menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut “manuskrip”. Makrip ini
umumnya berbentuk gulungan, disebut scroll.
Di Eropa Barat sekitar tahun 1440
tatkala Johann Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe
cetak gerak. Setiap aksara dilebur ke dalam logam, kemudian dipindah ke dasar
mesin pres lalu diberi tinta. Kemudian ditaruh kertas di atasnya lalu digulung
dengan lempeng pemberat. Sejak penemuan Gutenberg ini (sebenarnya penemuan untuk
kawasan Eropa) pembuatan manuskrip yang semula ditulis tangan, kini dapat
digandakan dengan mesin cetak. Karena teknik pencetakan yang masih sederhana
ini maka hasilnya pun masih sederhana dibandingkan dengan buku cetakan masa
kini. Buku yang diterbitkan semasa ini hingga abad ke-16 dikenal dengan nama incunabula.
Mesin cetak penemuan Gutenberg
kemudian dikembangkan lagi sehingga mulai abad ke-16 pencetakan buku dalam
waktu singkat mampu menghasilkan ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan
ialah terjadinya revolusi perpustakaan artinya dalam waktu singkat perpustakaan
diisi dengan buku cetak. Revolusi yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun
kemudian ketika buku mulai digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin
cetak kemudian tersebar keseluruh Eropa, kemudian dibawa lagi ke Asia tempat
asal usul mesin cetak.
Mesin cetak yang diasosiasikan dengan
buku menimbulkan dampak sosial yang besar. Misalnya, bila sebuah negara berada
di bawah kekuasaan yang mutlak, berbagai pengarang menulis buku dengan tujuan
menentang tirani. Hal ini sering berakhir dengan pelarangan buku yang menentang
kekuasaan, alasan lain menulis buku ialah untuk mata pencaharian. Banyak orang
hidup hanya dari menulis buku saja. Misalnya, para sastrawan dan penulis novel.
Alasan lain menulis buku ialah melakukan komunikasi formal antara penulis
dengan pembacanya.
D.
PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN KLASIK DI BERBAGAI NEGARA
1. Sumeria
dan Babylona
Perpustakaan sudah dikenal sejak 3000
tahun yang lalu. Penggalian di bekas kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa
Sumeria sekitar 3000 tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan,
pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tables).
Tulisan yang digunakan masih berupa gambar (pictograph), kemudian ke aksara
Sumeria. Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan dan tulisan
Sumeria kemudian diserap oleh Babylonia yang menaklukkannya. Tulisan Sumeria
kemudian diubah menjadi tulisan paku (cunciform) karena mirip paku. Semasa
pemerintahan Raja Ashurbanipal dari Assyria (sekitar tahun 668-626 SM)
didirikan perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh, berisi puluhan ribu lempeng
tanah liat yang dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan (Sulistyo
Basuki:1991). Untuk mencatat koleksi digunakan system subjek serta tanda
pengenal pada tempat penyimpanan. Banyak dugaan bahwa perpustakaan ini terbuka
bagi kawula kerajaan.
2. Mesir
Pada masa yang hamper bersamaan,
peradaban Mesir Kuno pun mengalami perkembangan. Teks tertulis di perpustakaan
Mesir berasal dari sekitar tahun 4000 SM, namun gaya tulisannya berbeda dengan
tulisan Sumeria. Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph. Tujuan hieroglyph ialah memahatkan pesan
terakhir dimonumen untuk mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada di
tembok dan monument dimaksudkan untuk memberikan kesan pada dunia. Perpustakaan
di Mesir bertambah maju berkat penemuan penggunaan rumput papyrus sekitar tahun
1200 SM. Untuk membuat lembar papyrus, isi batang papyrus dipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan
satu demi satu dan ditumpuk. Kedua lapisan kemudian dilekatkan dengan lem,
ditekan, diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Dengan demikian,
permukaan lembaran papyrus dapat digunakan sebgai bahan tulis, sedangkan alat
tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Perkembangan perpustakaan Mesir terjadi
semasa raja Khufu, Khafre, dan Ramses II sekitar tahun 1250 M. Perpustakaan
Raja Ramses II memiliki koleksi sekitar 20.000 buku.
3. Yunani
Peradaban Yunani mengenal jenis
tulisan yang disebut mycena sekitar
tahun 1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22 aksara
temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita
kenal sekarang ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Peistratus (dari
Athena) dan Polyerratus (dari Samos) skitar abad ke-6 dan ke-7 dan Pericies
sekitar abad ke-5 SM. Pada saat itu, membaca merupakan pengisi waktu senggang
dan merupakan awal dimulainya perdagangan buku. Filsuf Aristoteles dianggap
sebagai orang pertama kali mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan budaya
masa lalu. Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman
Yunani Kuno mencapai puncaknya semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan
penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penakhlukan
Alexander Agung berserta penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan
perkembangan perintahan monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria
Mesir berdiri sebuah museum, yang salah satu bagian utamanya ialah perpustakaan
dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manuskrip segala bahasa dari semua
penjuru. Berkat usaha Demertrius dari Phalerum, perpustakaan Alexandria
berkembang pesat dengan koleksi pertamanya 200.00 gulung papirus hingga
nantinya mencapai 700.00 gulungan pada abad pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut Serapeum. Disini koleksi yang
dimiliki sejumlah 42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000
gulung. Semua gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya, dan
diberi catatan untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani. Semua
pustakawan perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung, termasuk
pujangga Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota
Pergamun di Asia kecil menjadi pusat belajar dan kegiatan sastra. Pada abad
ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua
mnuskrip, bahan bila perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan
tersebut digunakan sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena
khawatir persediaan papirus di Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja
mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamun. Akibatnya, perpustakaan Pergamun
harus mencari bahan tulis lain selain papirus. Maka dikembangkanlah bahan tulis
baru yang disebut parchment atau
kulit binatang, terutama biri-biri atau anak lembu.
Sebenarnya bahan tulis ini sudah lama
dikenal Yunani, namun karena hargnya lebih mahal daripada papirus, maka banyak
orang yang lebih meilih papirus. Parchment dikembangkan dan akhirnya
menggantikan bahan tulis papirus hingga ditemukannya mesin cetak pada abad
pertengahan. Koleksi perpustakaan Pergamun mencapai 10.000 gulungan. Dalam
perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergamun nantinya diserahkan ke
perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi perpustakaan
terbesar pada zamanya.
5.
Byzantium
Kaisar Konstantin Agung menjadi raja
Roma Barat dan Timur pada tahun 324. ia meimlih ibukota di Byzantium, kemudian
diubah menjadi Konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan kerajaan dan menekan
karya Latin, karena bahasa Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6.
koleksi ini kemudian ditambah dengan karya Kristen dan non-Kristen, baik dalam
bahasa Yunani meupun Latin. Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku. Waktu itu
gereja merupakan pranata kerajaan yang paling penting. Karena adanya ketentuan
bahwa seorang uskup harus memiliki sebuah perpustakaan, maka perpustakaan
gereja berkembang. Kerajaan Byzantium kaya, berpenduduk pasat, secara kultural,
intelektual, dan politiknya cukup matang, yang diperkaya oleh ajaran Yunani dan
Timur serta dipengaruhi tradisi Roma dalam pemerintahan. Kerajaan ini bertahan
hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ketujuh hingga pertengahan abad ke-9,
terjadi kontroversi mengenai ikonoklasme,
yaitu penggambaran Yesus dan orang kudus lainnya pada benda. Akibat larangan
ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan kemudian biarawan Yunani
mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan menuskrip dengan menggunakan
huruf hias, gulungan maupun maniatur tidak digunakan dalam karya keagamaan
maupun Bibel. Setelah kontronersiberakhir, minat terhadap karya Yunani kuno
berkembang lagi. Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis kembali, diberi
komentar, dibuatkan ringkasan satra Yunani bahkan juga dikembangkan ensklopedia
dan leksikon Yunani.
6. Arab
Agama islam muncul pada abad ke-7,
dan mulai menyebar ke sekitar daerah Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai
Syria, Babylonia, Mesopotamia, Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan
menyebrang ke Spanyol. Orang Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan
berjasa besar dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika ke Eropa. Pada
abad ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan dalam hal karya
seluler, Bagdad berkembang dan menjadi pusat kajian karya Yunani. Ilmuwan
Muslim mulai memahami pikiran Aristoteles. Ilmuwan Muslim mengkaji dan
menerjemahkan karya filasafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani ke dalam
bahasa Arab; kadang-kadang dari versi bahasa Syriac ataupun Aramaic. Puncak
keemasannya terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun, yang mendirikan
“rumah kebijakan” (Bait al-Hikmah), yaitu sebuah lembaga studi yang
menggabungkan unsur perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun 810.
selama abad ke-8, ilmu alam, metematika, dan kedokteran benar-benar dipelajari.
Karya Plato, Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab, termasuk pula penelitian asli dalam bidang astrologi, alkemi, dan
magis. Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil mengetahui cara pembuatan
kettas daroi orang Cina; pada abad ke-8 di Bagdad telah berdiri pabrik kertas.
Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad dikuasai orang Arab. Karena
harganya murah, banyak, dan mudah ditulis, maka produksi buku melonjak dan
perpustakaan pun berkembang. Begitupun perpustakaan mesjid dan lembaga
pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog disusun menurut tempat
dan kelola oleh staf perpustakaan. Pada abad ke-11, perpustakaan Kairo memiliki
sekitar 150.000 buku.
Di Spanyol, orang Arab mendirikan
Perpustakaan Corboda yang memiliki 400.00 buku. Di perpustakaan Corboda, Toledo
dan Seville, karya klasik diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dari bahasa
Syriac. Ketika Spanyol direbut tentara Kristen, ribuan karya klasik ini
diketemukan, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan disebarkan ke
seluruh Eropa.
7.
Renaissance
Renaissance mulai pada abad ke-14 di
Eropa Barat. Secara tidak langsung, Renaissance tumbuh akibat pengungsian
ilmuwan Byzantium dari Konstantinopel. Mereka lari karena ancaman pasukan
Ottoman dan Turki. Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa serta manuskrip
penulis kuno. Ilmuwan Italia menyambut kedatangan ilmuwan ilmuwan Byzantioum
ini dan mendorong pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini kemudian
tersebar ke Eropa Utara dan Barat, sebagian di antaranya disimpan di
perpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh.
E. KONDISI MENGUNTUNGKAN PENGEMBANGAN
PERPUSTAKAAN
Dari perkembangan perpustakaan selama
hampir 500 tahun itu, kita dapat menyimak adanya kondisi yang menguntungkan
pertumbuhan perpustakaan. Ada pula kondisi yang menghambat pertumbuahan
perpustakaansehingga perpustakaan tidak berkembang secara wajar. Perpustakaan
mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan suatu
masyarakat. Bila kebutuhan tersebut dipenuhi, masyarakat akan menuntut
pembangunan perpustakaan. Di negara maju, kebutuhan ekonomi sudah dipenuhi dan
meningkat ke kebutuhan kultural. Di negara berkembang, mayarakat masih bergulat
dengan kesulitan ekonomi sehingga kebutuhan yang mendesak ialah kebutuhan
pangan, pakaian, dan papan. Karena itu, perkembangan perpustakaan, terutama
perpustakaan umum, di negara berkembang lebih lambat dibandingkan di negara
maju.
Dengan demikian, perpustakaan akan
tumbur subur bila :
1. Masyarakat telah matang dalam arti
telah mencapai kematangan sosial dan kultural sehingga menyadari perlunya
penyimpanan, penyebaran, dan perluasan wadah pengetahuan.
2. Bila dalam masyarakat timbul
dorongan untuk memperbaiki diri sendiri serta tumbuh kesadaran akan perlunya
informasi.
3. adanya kepemimpinan yang mendorong
penggunaan perpustakaan, tunjangan keuangan untuk menunjang perpustakaan serta
minat budaya dan intelektual untuk menggunakan perpustakaan.
4. adanya kemakmuran ekonomi yang
memungkinkan perorangan maupun perusahaan menyumbang sebagian keuntungannya
untuk perpustakaan.
5. adanya
pertumbuhan ekonomi, kekuatan nasional, dan status nasional yang mendorong
penyebarluasan informasi serta penggunaan informasi yang bermanfaat.
F. SEJARAH PERPUSTAKAAN INDONESIA
Sejak jaman kerajaan-kerajaan Nusantara, sebenarnya
kegiatan tulis-menulis sudah ada di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
terbukti dengan adanya karya besar pujangga pada jaman itu. Mpu Kanwa menulis
kitab Arjunawiwaha yang artinya adalah perkawinan Arjuna. Kitab ini
merupakan petikan dari Wanaparwa, yaitu kisah tentang Arjuna yang
bertapa di gunung Indrakila. Kitab yang digubah Mpu Kanwa tersebut merupakan
kisah perjuangan raja Airlangga dari Singasari.Panuluh bersama-sama menggubah
kitab Bharatayudha. Mpu Panuluh sendiri
menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya.
Mpu Dharmaja menggubah kitab Smaradahana. Kitab Pararaton yang mengisahkan kerajaan
Singasari ditulis setelah kerajaan Singasari
runtuh. Pada jaman Majapahit Mpu Prapanca
mengarang buku Negarakertagama. Mpu
Tantular menulis kitab Sutasoma. Pada
jaman itu kitab ditulis di atas daun lontar sejenis daun enau dengan teknik
goresan. Hasil goresan kemudian diberi jelaga dengan campuran minyak khusus
sehingga goresan menjadi berwarna hitam dan dapat dibaca dengan jelas.
Keunggulan daun lontar adalah tidak cepat lapuk sehingga dapat bertahan lama
sampai ratusan tahun. Sejalan dengan perkembangan jaman waktu itu, akhirnya
masyarakat sudah bisa membuat kertas sederhana dari kulit pohon saeh. Pembuatan
kertas dari pohon saeh ini diperkirakan mulai berkembang pada abad ke-16 dan
berpusat di beberapa kerajaan di Jawa seperti di Cirebon dan sekitar
Yogyakarta. Teknik pembuatan kertas pada jaman itu adalah dengan cara
memukul-mukul kulit pohon saeh sampai lembut sebaai bahan kertas. Kertas yang
dihasilkan masyarakat pada jaman itu disebut dengan daluwang atau kertas
jawa. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah terus dilanjutkan oleh para
raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya pada jaman kerajaan Demak,
Banten, Mataram, Surakarta, Pakualam, Mangkunegoro, Cirebon, Melayu, Jambi,
Makasar, Maluku, dan Sumbawa. Dari daerah Cirebon diketemukan puluhan buku yang
ditulis sekitar abad ke-16 sampai ke-17 dengan menggunakan media kertas daluang
(kertas jawa). Buku yang dihasilkan dari Cirebon adalah Pustaka Rajya-rajya
dan Bumi Nusantara 25 jilid, Pustaka Paratwan 10
jilid, Pustaka Negarakertabhumi 12 jilid, Purwwaka Samastabhuwana 17
jilid, Usadha 15 jilid, Naskah Masa Panembahan Ratu, Mahasastra
42 jilid, Usana 24 jilid, Kidung 18 jilid, Pustaka
Prasasti 35 jilid, Serat Nitrasamaya pantaraning Raja-Raja 18
jilid, Ceritera Sang Walija 18 jilid. Perpustakaan tertua di Indonesia
baru lahir tahun 1643, yaitu ketika mulai masuknya bangsa Eropa di Nusantara
seperti bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda. Perpustakaan tertua yang
diketemukan adalah sebuah perpustakaan yang berada di bawah organisasi
keagamaan di Batavia (sekarang Jakarta) yang didirikan oleh Bangsa Belanda.
Perpustakaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tanggal 27 April 1643.
Setelah seratus tahun lebih, pada tahun 1778 didirikanlah perpustakaan kedua di
jaman penjajahan Belanda. Perpustakaan tersebut didirikan oleh sebuah
perkumpulan bidang budaya dan ilmu pengetahuan. Perpustakaan itu diberi nama Bataviaash Genootchaap voor
Kusten en Watenschappen yang tugasnya adalah menghimpun karya-karya
tentang berbagai aspek budaya dan ilmu pengetahuan di tanah jajahan Indonesia.
Sebagian koleksi perpustakaan ini sekarang disimpan di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia dan
masih terawat baik.
G. PERPUSTAKAAN MASA DEPAN
Pada dasarnya kita pada saat ini
sudah berada di eprpustakaan masa depan dengan di tandai dengan banyaknya
tekonologi informasi saat ini yang mampu menunjang semua aspek kegiatan
perpustakaan. Perpustakaan masa depan mampu menempatkan diri pada posisi
strategis. Untuk mencapai tingkat itu, tentu diperlukan usaha keras dari pihak
terkait. Tidak saja pada pustakawannya sendiri, melainkan juga penyandang dana,
pemerintah, pengelola, penyelenggara, sampai pada pengguna yang semakin sadar
akan kebutuhan bahan pustaka dan perpustakaannya. semakin profesionalnya pegawai
atau putakawan. Karena, saat ini pendidikan pustakawan profesional sudah marak
digalakkan, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang lebih maju,
tenaga pustakawan akan lebih profesional lagi. kondisi fisik perpustakaan
semakin baik, misalnya, gedung semakin mewah, fasilitas semakin lengkap
termasuk kelengkapan teknologinya, bahkan memungkinkan perpustakaan untuk
mengumpulkan koleksinya dalam komputer atau digital library.
H.
KESIMPULAN
Perkembangan perpustakaan dari zaman dahulu
sangat membantu kemajuan perpustakaan modern pada saat ini Dengan demikian,
diharapkan pula citra perpustakaan memiliki prospek yang baik. Karena
perpustakaan merupakan bagian dari pendidikan dalam arti luas, sementara
pendidikan tidak terpisahkan dari budaya sebagai wujud dari peradaban umat
manusia yang selalu berubah, berkembang mengikuti perubahan zaman, maka
perpustakaan ke depan dimungkinkan akan dikenal luas oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar